ilustrasi |
"Kelas 3 SD, pembantu saya memaksa saya untuk melakukan
hubungan seks. Barulah di SMP saya melakukan hal itu lagi, saya
melakukan hubungan intim dengan pacar saya. Jadi akhirnya, semua
perempuan yang saya pacari rata-rata saya setubuhi karena sudah
ketagihan," ungkap Ferry memulai kesaksiannya.
Menginjak kelas 2 SMP, Ferry mulai berhubungan dengan tante-tante. Menjelang kelulusannya dari SMP, Ferry pun pernah digilir oleh teman-teman tante-tante itu. Ferry tidak bisa melepaskan ketergantungannya terhadap seks. Bahkan beberapa pacarnya sempat mengandung hasil dari hubungan intim mereka. Pada saat SMP dua orang, di SMA juga dua orang. Ferry pun mengambil abortus sebagai jalan pintas. Dari keempat pacarnya, hanya satu yang dibawa ke dokter dan sisanya melakukan abortus di dukun.
Dari sekian banyak perempuan yang dipacari Ferry, Ferry pun akhirnya bertemu dengan Ida yang saat ini menjadi istrinya. Hubungan Ferry dan Ida diwujudkan sampai ke jenjang pernikahan karena sebelum menikah, Ferry dan Ida sudah jatuh ke dalam dosa perzinahan. Setelah menikah, Ferry tetap melakukan kebiasaannya tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Seringkali Ferry membohongi istrinya dengan alasan kerja dan dinas ke luar kota, padahal sebenarnya ia hanya bemain dengan perempuan lain. Kemana pun ia pergi, Ferry selalu melakukan perselingkuhan disertai perzinahan.
Hal tersebut terus berlanjut sampai suatu hari Ferry merasa menyesal dan memberitahukan istrinya perihal perselingkuhannya. Pengakuan itu pun tidak dikatakannya dengan jujur sepenuhnya, karena Ferry mengaku ia baru melakukannya untuk pertama kali padahal sebenarnya ia sudah sering melakukannya. Hati Ida pun terluka. Ida merasa harga dirinya sebagai seorang wanita dan istri diinjak-injak. Sejak itulah Ferry dan Ida pun sering cekcok. Perbedaan pendapat sekecil apapun dapat menjadi masalah besar bagi mereka.
Keributan terus melanda rumah tangga mereka. Bahkan setelah dikaruniai anak pertama, kehidupan rumah tangga mereka tidak juga harmonis. Ida selalu teringat akan kelakuan Ferry dan membayangkan suaminya yang sedang berhubungan dengan perempuan lain. Kemarahan dalam hati Ida pun semakin berkembang.
Suatu hari Ida mengikuti sebuah persekutuan. Salah seorang hamba Tuhan yang juga menjadi teman Ida mengingatkan agar Ida mengikis semua rasa sakit hati yang dirasakannya terhadap Ferry. Semenjak saat itu, Ida selalu berdoa bagi Ferry, suaminya, sekalipun Ferry tetap berselingkuh. Ida pun mengambil keputusan untuk mengampuni dan mengasihi Ferry, bahkan dengan iman Ida bersyukur karena Tuhan sudah mengirim suami yang baik kepadanya, bertanggung jawab terhadap keluarganya dan banyak hal positif lainnya. Ida sering memperkatakan perkataan iman itu di dalam doanya.
Hari demi hari terus berlangsung seperti itu sampai suatu ketika, Ferry mengikuti sebuah camp khusus pria atas bujukan Ida. Dalam camp itu, ada salah seorang hamba Tuhan yang membahas tentang abortus. Ferry pun diingatkan mengenai kejadian di masa lalu hidupnya, bagaimana ia membunuh darah dagingnya sendiri. Pada saat itu, secara pribadi, Ferry berani mengadakan pengakuan dosa secara total dari hati sanubarinya yang terdalam. Hari itu juga, Ferry menelepon ke rumah dan mengakui dosanya di hadapan anak dan istrinya.
"Saya minta ampun sama mama, karena Tuhan sudah jamah saya. Yang saya rasakan, selama ini saya sudah menyiksa mama dan anak-anak," ujar Ferry kepada Ida, istrinya.
Tidak cukup sampai di situ, keesokan harinya subuh-subuh, Ferry sudah kembali menelepon anak-anaknya dari camp. Saat anak sulungnya mengangkat telepon, Ferry pun berucap, "Kakak, papa minta maaf sama kakak karena selama ini papa suka marah-marah sama kakak. Sama adek juga, papa mau minta maaf karena papa selama ini suka nelantarin adek." Anak Ferry hanya dapat menangis, ia tak dapat mengeluarkan kata-kata, hanya menangis mendengarkan semua ucapan ayahnya.
"Saya benar-benar merasakan seperti baru pertama kali menikah kembali. Kasih yang mula-mula itu tumbuh," ujar Ida mengungkapkan perasaannya di awal pertobatan Ferry.
Perubahan mulai terjadi dalam kehidupan Ferry dan Ida. Dengan hati nuraninya, Ferry pun dapat melepaskan keterikatannya terhadap seks dan perselingkuhannya dengan wanita lain. Hubungan yang terjalin di antara Ferry dan Ida pun berjalan dengan baik sekali. Ferry jadi sering mengucapkan kata-kata ‘sayang' kepada anak-anaknya dan menjadi seorang kepala keluarga yang sangat perduli terhadap keluarganya.
"Kalau berbicara Ferry sudah tidak meledak-ledak lagi. Tutur katanya juga sudah baik. Perubahan nyata tampak dari kerinduannya akan pengenalan terhadap Tuhan Yesus Kristus, lebih semangat," ujar Fabianus Chandramata, pembimbing rohani Ferry.
"Kami semua dengan anak-anak merasakan damai sejahtera dan suasana sorgawi yang daripada Tuhan," ujar Ida.
"Saya juga tidak mau hidup damai sejahtera yang Tuhan sudah berikan kepada saya, saya hilangkan begitu saja. Saya tidak mau. Saya sudah merasakan kehidupan damai sejahtera dengan keluarga yang saya bina saat ini," ujar Ferry menutup kesaksiannya.
Sumber Kesaksian :
Ferry Daniel
Menginjak kelas 2 SMP, Ferry mulai berhubungan dengan tante-tante. Menjelang kelulusannya dari SMP, Ferry pun pernah digilir oleh teman-teman tante-tante itu. Ferry tidak bisa melepaskan ketergantungannya terhadap seks. Bahkan beberapa pacarnya sempat mengandung hasil dari hubungan intim mereka. Pada saat SMP dua orang, di SMA juga dua orang. Ferry pun mengambil abortus sebagai jalan pintas. Dari keempat pacarnya, hanya satu yang dibawa ke dokter dan sisanya melakukan abortus di dukun.
Dari sekian banyak perempuan yang dipacari Ferry, Ferry pun akhirnya bertemu dengan Ida yang saat ini menjadi istrinya. Hubungan Ferry dan Ida diwujudkan sampai ke jenjang pernikahan karena sebelum menikah, Ferry dan Ida sudah jatuh ke dalam dosa perzinahan. Setelah menikah, Ferry tetap melakukan kebiasaannya tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Seringkali Ferry membohongi istrinya dengan alasan kerja dan dinas ke luar kota, padahal sebenarnya ia hanya bemain dengan perempuan lain. Kemana pun ia pergi, Ferry selalu melakukan perselingkuhan disertai perzinahan.
Hal tersebut terus berlanjut sampai suatu hari Ferry merasa menyesal dan memberitahukan istrinya perihal perselingkuhannya. Pengakuan itu pun tidak dikatakannya dengan jujur sepenuhnya, karena Ferry mengaku ia baru melakukannya untuk pertama kali padahal sebenarnya ia sudah sering melakukannya. Hati Ida pun terluka. Ida merasa harga dirinya sebagai seorang wanita dan istri diinjak-injak. Sejak itulah Ferry dan Ida pun sering cekcok. Perbedaan pendapat sekecil apapun dapat menjadi masalah besar bagi mereka.
Keributan terus melanda rumah tangga mereka. Bahkan setelah dikaruniai anak pertama, kehidupan rumah tangga mereka tidak juga harmonis. Ida selalu teringat akan kelakuan Ferry dan membayangkan suaminya yang sedang berhubungan dengan perempuan lain. Kemarahan dalam hati Ida pun semakin berkembang.
Suatu hari Ida mengikuti sebuah persekutuan. Salah seorang hamba Tuhan yang juga menjadi teman Ida mengingatkan agar Ida mengikis semua rasa sakit hati yang dirasakannya terhadap Ferry. Semenjak saat itu, Ida selalu berdoa bagi Ferry, suaminya, sekalipun Ferry tetap berselingkuh. Ida pun mengambil keputusan untuk mengampuni dan mengasihi Ferry, bahkan dengan iman Ida bersyukur karena Tuhan sudah mengirim suami yang baik kepadanya, bertanggung jawab terhadap keluarganya dan banyak hal positif lainnya. Ida sering memperkatakan perkataan iman itu di dalam doanya.
Hari demi hari terus berlangsung seperti itu sampai suatu ketika, Ferry mengikuti sebuah camp khusus pria atas bujukan Ida. Dalam camp itu, ada salah seorang hamba Tuhan yang membahas tentang abortus. Ferry pun diingatkan mengenai kejadian di masa lalu hidupnya, bagaimana ia membunuh darah dagingnya sendiri. Pada saat itu, secara pribadi, Ferry berani mengadakan pengakuan dosa secara total dari hati sanubarinya yang terdalam. Hari itu juga, Ferry menelepon ke rumah dan mengakui dosanya di hadapan anak dan istrinya.
"Saya minta ampun sama mama, karena Tuhan sudah jamah saya. Yang saya rasakan, selama ini saya sudah menyiksa mama dan anak-anak," ujar Ferry kepada Ida, istrinya.
Tidak cukup sampai di situ, keesokan harinya subuh-subuh, Ferry sudah kembali menelepon anak-anaknya dari camp. Saat anak sulungnya mengangkat telepon, Ferry pun berucap, "Kakak, papa minta maaf sama kakak karena selama ini papa suka marah-marah sama kakak. Sama adek juga, papa mau minta maaf karena papa selama ini suka nelantarin adek." Anak Ferry hanya dapat menangis, ia tak dapat mengeluarkan kata-kata, hanya menangis mendengarkan semua ucapan ayahnya.
"Saya benar-benar merasakan seperti baru pertama kali menikah kembali. Kasih yang mula-mula itu tumbuh," ujar Ida mengungkapkan perasaannya di awal pertobatan Ferry.
Perubahan mulai terjadi dalam kehidupan Ferry dan Ida. Dengan hati nuraninya, Ferry pun dapat melepaskan keterikatannya terhadap seks dan perselingkuhannya dengan wanita lain. Hubungan yang terjalin di antara Ferry dan Ida pun berjalan dengan baik sekali. Ferry jadi sering mengucapkan kata-kata ‘sayang' kepada anak-anaknya dan menjadi seorang kepala keluarga yang sangat perduli terhadap keluarganya.
"Kalau berbicara Ferry sudah tidak meledak-ledak lagi. Tutur katanya juga sudah baik. Perubahan nyata tampak dari kerinduannya akan pengenalan terhadap Tuhan Yesus Kristus, lebih semangat," ujar Fabianus Chandramata, pembimbing rohani Ferry.
"Kami semua dengan anak-anak merasakan damai sejahtera dan suasana sorgawi yang daripada Tuhan," ujar Ida.
"Saya juga tidak mau hidup damai sejahtera yang Tuhan sudah berikan kepada saya, saya hilangkan begitu saja. Saya tidak mau. Saya sudah merasakan kehidupan damai sejahtera dengan keluarga yang saya bina saat ini," ujar Ferry menutup kesaksiannya.
Sumber Kesaksian :
Ferry Daniel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar