Karo merupakan sebuah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera
Utara. Suku Karo yang dalam bahasa aslinya disebut Kalah Karo merupakan
salah satu suku asli di Sumatera Utara. Suku ini memiliki bahasanya sendiri, yaitu bahasa Karo atau Cakap Karo dan aksaranya sendiri.
SEJARAH AWAL KARO
Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aroe) mulai menjadi kerajaan besar di
Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun
demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman"
mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara
yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa
yang berasal dari suku Karo (Darwan Prinst, SH :2004). Hal ini menjadi
sebuah pertanyaan besar dikalangan peneliti.
Dalam sebuah naskah kuno mengenai suku Karo, diceritakan bahwa leluhur
orang Karo adalah Putri Kerajaan Aroe dan Umang (mahluk yang diyakini
memiliki fisik seperti manusia, tetapi tumit kakinya berada di depan).
Namun, beberapa tetua Karo mengatakan bahwa suku Karo tidak berasal dari
satu darah yang sama (berbeda dengan suku Batak Toba yang diyakini
merupakan keturunan dari Si Raja Batak).
MARGA dan IKATAN PERSAUDARAAN
Dalam suku Karo terdapat marga yang bersifat patrineal (berasal dari
pihak ayah/diturunkan dari ayah) namun tetap membawa marga ibu-nya(beru
ibunya) yang disebut bere. Misalnya seorang anak ayahnya bermarga A, dan
ibunya bermarga(berberu) B, maka si anak dikatakan bermarga A bere B.
Dalam suku Karo marga disebut merga yang secara etimologis berasal dari
kata meherga yang berarti berharga, jadi marga sangat berharga bagi
masyarakat Karo.
Dalam suku Karo terdapat lima marga induk yang disebut MERGA SILIMA. Lima marga induk tersebut antara lain:
Sembiring
Ginting
Tarigan
Karo Karo
Perangin-angin
Kelima marga induk tersebut juga memiliki beberapa
sub-marga. Sub marga dalam Karo ada diyakini ada yang asli suku Karo dan
ada pula yang berasal dari negara lain.Sub marga tersebut yaitu
1. Sembiring
Sembiring terdiri dari:
Kembaren (boleh memakan anjing)
Sinulaki (boleh memakan anjing)
Keloko (boleh memakan anjing)
Pandia (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
Gurukinayan (tidak boleh memakan anjing)
Brahmana (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
Meliala (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
Depari (tidak boleh memakan anjing)
Pelawi (tidak boleh memakan anjing)
Maha (tidak boleh memakan anjing)
Sinupayung (boleh memakan anjing)
Colia (tidak boleh memakan anjing)
Pandebayang (tidak boleh memakan anjing)
Tekang (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
Muham (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
Busok (tidak boleh memakan anjing)
Sinukaban (tidak boleh memakan anjing)
Keling (tidak boleh memakan anjing)
Bunu Aji (tidak boleh memakan anjing)
Sinukapar (tidak boleh memakan anjing)
2. Ginting
Ginting terdiri dari:
Babi
Sugihen
Gurupatih
Ajartambun
Capah
Beras
Garamata
Jadibata
Suka
Manik
Sinusinga
Jawak
Seragih
Tumangger
Pase
3. Tarigan
Tarigan terdiri dari:
Sibero
Tambak
Silangit
Tua
Tegur
Gersang
Gerneng
Gana-gana
Jampang
Tambun
Bondong
Pekan
Purba
4. Karo Karo
Karo Karo terdiri dari:
Sinulingga
Surbakti
Kacaribu
Sinukaban
Barus
Simbulan
Jung
Purba
Ketaren
Gurunsinga
Kaban
Sinuhaji
Sekali
Kemit
Bukit
Sinuraya
Samura
Sitepu
5. Perangin-angin
Perangin-angin terdiri dari:
Namohaji
Sukatendel
Mano
Sebayang
Pencawa
Sinurat
Perbesi
Ulunjandi
Penggarus
Pinem
Uwir
Laksa
Singarimbun
Keliat
Kacinambun
Bangun
Tanjung
BenjerangItulah keseluruhan marga yang terdapat dalam suku Karo.
Dalam ikatan persaudaraan dikenal istilah Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh, dan Perkade-kaden si Sepuluh Dua tambah Sada.
1. Rakut Sitelu
Dalam suku Karo posisi Rakut Sitelu sangatlah penting. Rakut Sitelu
dapat diumpamakan sebagai tungku kaki tiga. Jika salah satu unsur tidak
ada maka akan terjadi ketimpangan. Rakut sitelu terdiri atas
Kalimbubu, secara sederhana dapat diartikan keluarga istri.
Anak Beru, secara sederhana dapat diartikan sebagai keluarga yang memperistri
Senina, diartikan sebagai keluarga satu marga.Dalam suku Karo, jika
diadakan suatu aktivitas adat, maka yang menjalankan kegiatan adat
tersebut adalah Rakut Sitelu.
2. Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan. Tutur Siwaluh terdiri dari:
Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang atau Puang
kalimbubu adalah kelompok kalimbubu dari kelompok pemberi dara
Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu,
kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi: Kalimbubu bena-bena atau
kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu
yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga
tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan
adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah
kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena
atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
a. Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang.
Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung
seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap
mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam
diri keponakannya.
b. Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh
karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama
kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan
perkawinan.
Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan,
jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim
yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk
senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh
ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga
tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung
karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung
melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru
singikuri. Anak beru ini terdiri lagi atas:
a. Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun.
Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu
(kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa
kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak
kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua
juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena
fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga
dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
b. Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung
dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak
beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala
keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan
Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam
panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri
adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri
mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta
membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat.
Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru
menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara
adat.
3. Perkaden-kaden Si Sepuluh Dua tambah Sada
Perkaden-kaden Si Sepuluh Dua tambah Sada ialah bentuk kekerabatan saudara terdekat dalam bentuk panggilan, yaitu:
Nini
Bulang
Kempu
Bapa
Nande
Anak
Bengkila
Bibi
Permen
Mama
Mami
Bere-bere
Tambah Sada ialah mereka orang-orang terdekat diluar lingkup keluarga seperti sahabat.
BUDAYA DAN KESENIAN
Budaya utama dari setiap peradaban adalah rumah. Konstruksi rumah
mennjukkan kemajuan suatu peradaban. Rumah Adat Karo disebut sebagai
Rumah Siwaluh Jabu, ini dikarenkan rumah ini dihuni oleh delapan kepala
keluarga.
Rumah Siwaluh Jabu,memiliki bentuk rumah panggung dengan ukiran dan ornamen mistis diseluruh bagian rumah.
Disamping rumah adat, suku Karo juga memiliki alat musik tradisional, seperti gambar dibawah ini
Dan masih banyak seni-seni lainnya.
Seperti halnya dalam kebanyakan suku yang ada di Indonesia, suku Karo
juga memiliki "ritual-ritual" adat khusus yang berbeda untuk perkawinan
dan kematian.
A. PERKAWINAN
Dalam pandangan masyarakat Karo dalam adat perkawinan, dikenal berbagai jenis perkawinan menurut adat.
Berikut adaah jenis-jenis perkawinan dalam suku Karo dan penjelasannya yang mudah dimengerti.
Lako Man (Ganti Tikar)
Perkawinan 'Lako Man" terjadi apabila seorang laki-laki,terlepas dari ia
sudah pernah kawin atau belum mengawini istri dari adik atau kakaknya
yang telah meninggal dunia.(tradisi ini sudah tidak dilakukan lagi sejak
adanya agama di suku Karo)
Gancih Abu
Perkawinan ini terjadi karena seorang istri meninggal dunia, dimana
untuk tetap langgengnya hubungan keluarga, terlebih karena sudah ada
keturunan, maka pihak suami mengawini saudara kandung dari istrinya yang
sudah meninggal
Mindo Nakan
Seorang anak yang sudah dewasa mengawini ibu tirinya dikarenakan ayahnya
sudah meninggal dunia. Biasanya umur sang anak denga ibu tirinya tidak
terlalu jauh berbeda.
Mindo Lacina
Perkawinan ini terjadi antara seorang laki-laki denga seorang wanita
yang menurut kekerabatan silaki-laki memanggil nenek kepada wanita
tersebut(karena istri kakeknya). Di dalam hal ini hubungan kekerabatan
antara edua belah pihak masih dekat dimana perkawinan dapat berlangsung,
karena /jikalau si nenek itu telah janda.
Merkat Sinuan
Perkawinan terjadi apabila seorang laki-laki kawin dengan putri "puang
kalimbubu". Menurut adat, sebenarnya perkawinan sepert ini tiddak
dibnarkan,karena "erturangku". Tapi, karena pertimbangan dan faktor lain
atau mempererat hubungan keluarga, menyambung keturunan dan lain-lain,
perkawinan yang sebenarnya dilarang itu dilangsungkan juga. Tapi acara
adat yang dijalankan harus sempurna (ua Banggong).
Caburken Bulung
Caburke bulung adalah perrkawinan anak-anak di bawah umur atara seorang
anak laki-laki dengan iparnya. Acara peresmiannya memang agak sama
dengan acara peresmian perkawinan biasa. Hal itu terjadi atas
persetujuan kedua belah pihak orang tua, karena berbagai faktor. Ini
bukan menjadi jaminan kalau sudah dewasa nanti keduanya harus menjadi
suami istri.Berikut ini adalah dokumentasi perkawinan karo tertua yang
berhasil saya dapatkan.
Perkawinan masyarakat Karo yang satu ini turut menampilkan Si Gale- Gale dari Toba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar